Mungkin terdengar sedikit aneh ataupun asing ketika bahagia menjadi dapat ditawarkan sebagai suatu komoditas tertentu. Padahal untuk konteks banyak hal atau sesuatu di dalam era modern ini, tampaknya segala sesuatu dapat saja menjadi dijual ataupun dianggap memiliki nilai jual antara lain baik itu berupa barang ataupun jasa.
Oleh karena itu penting menegaskan bahwa jikalau sesuatu bahagia itu dapat dicapai sekiranya akan memiliki kecenderungan bersifat parsial, mengingat logika komoditas ataupun suatu tindakan komodifikasi pada konteks kebahagiaan akan sulit untuk dicarikan konteks yang menyeluruh dapat menyertai kehidupan manusia secara lebih dan semakin utuh hanya dengan berdasarkan nilai jual dari kebahagiaan itu. Oleh karena itu penting untuk membedakan secara konsekuen bahwa bahagia tersebut bukan untuk dijual melainkan untuk dijadikan rujukan tertentu bagi seseorang yang ingin untuk mencapai suatu kebahagiaan dalam hidupnya. Oleh karena itu pula dalam konteks perjalanan hidup modern seperti sekarang ini adalah bagaimana seseorang dapat menjadi bahagia dengan suatu inspirasi yang mampu untuk mencapai kebahagiaan itu, namun tetap pada tataran kembali ke dalam diri individu ataupun kelompok individu atau masyarakat yang menjadikan suatu inspirasi hidup bahagia sebagai bagian yang akan dilaksanakan untuk mencapai kebahagiaan itu tidak dapat digeneralisasi sedemikian rupa namun dapat dikendalikan dalam konteks bahwa inspirasi untuk hidup bahagia dijadikan sebagai salah satu barometer bagi seseorang ataupun sekelompok orang agar bisa bahagia juga. Artinya bahwa sekalipun suatu inspirasi atas kebahagiaan dalam hal tertentu dapat menjadi komoditas namun tetap bahwa yang ingin memperoleh inspirasi itulah yang patut paling menentukan jalannya pencapaian bahagia yang bersangkutan dari masing-masing individu yang bersangkutan itu pula.
Perlu untuk diketahui secara lebih seksama bahwa ketika bahagia itu menjadi dapat dicapai karena adanya inspirasi dari luar (eksternal), akan tetapi tetap saja pengembangan inspirasi internal diri seseorang menjadi demikian penting untuk tetap dikembangkan bagi dirinya sendiri. Hal itu dikarenakan bahwa kebahagiaan itu terkait dengan erat dengan kondisi sadar diri seseorang. Sadar diri yang menetapkan bahwa dirinyalah yang paling siap untuk membahagiakan dirinya sendiri mengingat setiap orang ataupun manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing ketika setiap orang tersebut memiliki keunikan sendiri-sendiri. Inilah yang disebut dengan kebahagiaan eksistensial sekalipun satu sama lain dari manusia itu sendiri selalu dapat memberikan kontribusi satu sama lain pula. Oleh karena itu tidak dapat dihindari bahwa ketika dialog kebahagiaan menjadi salah satu poin yang patut untuk dilakukan minimal adalah dialog di dalam diri setiap orang itu sendiri. Dengan perkataan lain, seseorang mesti semakin pandai untuk mengajukan pertanyaan bagi dirinya sendiri ketika orang mengalami banyak ataupun beberapa persoalan dalam upaya untuk menempuh dan mencapai kebahagiaan sampai kepada kebahagiaan yang diinginkan ataupun yang memang merupakan kebahagiaan yang paling sejati sifatnya.
Persoalan kesejatian itu sendiri masih menyisakan perdebatan terkait dengan bagaimana dan apa itu bahagia yang sejati. Bahagia yang sejati adalah sebuah kondisi yang memberikan suatu cermin bagi diri manusia untuk dapat senantiasa memperbaiki diri ataupun dapat memberikan suatu kepuasan batin tertentu yang menjadikan dirinya itu tidak berada dalam penderitaan yang berkelanjutan. Penderitaan yang berkelanjutan dapat dihentikan dengan terjadinya kondisi bahagia yang berkelanjutan. Kondisi bahagia inilah yang secara sederhana dapat dikatakan sebagai bentuk dimensi bahagia, karena mengandung unsur kelanggengan yang cukup bagi diri seorang manusia untuk menyebutkan bahwa dirinya sudah cukup dalam hidup yang memiliki kenyataan yang dapat disebut sebagai bahagia. Dengan kata lain secara sederhana seseorang itu berani untuk kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai bahagia dalam hidupnya.
Ketika manusia beranjak dari kegiatan rutin dalam hidupnya entah apapun kegiatan itu termasuk dalam kegiatan yang paling ringan sampai yang paling berat, maka salah satu poin kunci dari tengah-tengah kegiatan itu adalah untuk tidak menyakiti orang lain baik secara individu ataupun kelompok tanpa ada suatu argumentasi yang jelas dan nyata bagi orang itu. Sebab, inilah poin kuncinya lebih lanjut bahwa orang penting untuk menjadi dirinya sendiri sembari menunjukkan bahwa tidak ada satupun manusia akan dapat menemukan kebahagiaan kalau sampai menyakiti orang lain dengan tanpa suatu alasan yang jelas dan nyata serta paling penting suatu alasan yang tanpa dapat menunjukkan suatu tingkat akan ketercapaian kebahagiaan yang semakin meningkat kualitasnya secara jangka panjang bagi orang tersebut dan orang lain yang disakitinya. Oleh karena itu penting pula untuk menegaskan bahwa kebahagiaan dan menyakiti itu perlu dibahas secara baik dan seksama pula terutama keterkaitan antara keduanya sembari menenelusuri lebih lanjut mengapa antara dua hal tersebut dapat terkait satu sama lain. Adakalanya bahwa tersakitinya seseorang karena orang lain akan menjad suatu jalan untuk mencapai kebahagiaan tertentu asalkan tersakitinya itu merupakan jalan yang paling memungkinkan bagi diri seseorang untuk mencapai suatu tingkatan bahagia yang memberikan kegembiraan pada akhirnya bagi orang yang terkait tersebut.
Ketentuan yang mengikat seseorang untuk keluar dari penderitaan kemudian mencapai kebahagiaan tidak lain dari suatu bentuk ikhtiar manusia dalam menentukan bahwa tidak ada jalan lain untuk tetapi konsisten berupaya keras dan cerdas dalam mencapai kondisi bahagia itu. Mengapa demikian?Karena bahagia itu, sekali lagi bukan suatu ketentuan ataupun perstiwa tanpa pengorbanan. Banyak ada jenis dan tipe pengorbanan diri manusia terhadap dirinya dan orang lain ataupun lingkungan dan alamnya. Akan tetapi, pengorbanan yang disadarinya sebagai bentuk pencapaian untuk menjadi bahagia adalah sebuah pengorbanan yang sering dapat memberikan motivasi ataupun spirit yang tinggi dan kuat bagi seseorang agar dapat menjadikan pengorbanan itu adalah pengorbanan yang tanpa kesia-siaan. Sebenarnya pula tidak ada kesia-siaan andaikan orang mengerti dan mengetahui serta menyadari bahwa pengorbanan yang dilakukan itu adalah untuk menciptakan suatu kebaikan dan kebahagiaan yang langgeng bagi semesta alam. Tentu pengorbanan itu tidak berarti selalu dapat disadari dan diketahui manusia secara cermat dan teliti sebagai bentuk yang menciptakan kebaikan dan kebahagiaan yang langgeng, oleh karena itu penting bagi diri manusia untuk menunjukkan ketidakpastian hidup bagian dari ketidaktahuannya akan akhir dari hidup yang fana ini. Oleh karena itu pula setiap orang sebagai pencari kebahagiaan tidaklah dapat berpikir lebih panjang lagi selain secepatnya untuk menciptakan suatu kebaikan. Karena dengan kebaikan itu akan dapat memberikan kenyamanan baik bagi dirinya dan terutama kemungkinan besar bagi orang lain. Pada konteks inilah sebenarnya jiwa manusia menemukan suatu hakikat yang paling sejati karena keberhasilan untuk menentukan upaya menghilangkan kepentingan diri ataupun egoisme yang berlebihan dalam pengembangan karakter dirinya itu. Egoisme yang sedikit saja dapat menimbulkan persoalan apalagi egoisme yang berlebihan tentu sangatlah rentan untuk menimbulkan ataupun memunculkan persoalan-persoalan dalam hidup manusia itu. Oleh karena itu tidak disarankan dalam konteks pencarian kebaikan dan kebahagiaan itu, egoisme menjadi salah satu penghalang yang cukup besar jika mengupayakan suatu kebaikan dan kebahagiaan yang memiliki durasi ataupun jangka waktu yang lebih panjang dan abadi.
Ketika manusia sudah berhasil untuk menunjukkan ketercapaian tertentu dalam hal kebaikan dan kebahagiaan, keberhasilan itu sepertinya sudah dapat memberikan kepuasan yang nyata atas keberadaan diri manusia, akan tetapi tidak dapat dihindari jika kepuasan yang dianggap nyata itu akan kemudian sebagai titik akhir dari pencapaian hidup bahagia itu. Bahagia itu sendiri kemudian menjadi bentuk rangkaian dari titik-titik yang berkelanjutan apabila setiap kebahagiaan itu sendiri sebagai salah satu bentuk rangkaian yang berkelanjutan pula. Sepertinya bahwa tidak ada ketentuan baku untuk meraih rangkaian kebahagiaan yang dapat menunjukkan kepentingan manusia atas kebahagiaan itu sebagai hal yang abadi, melainkan senantiasa dihiasi sesuatu bersifat dinamis dan akan ditentukan pada akhirnya bahwa akumulasi dari kebaikan dan pencapaian kondisi yang bahagia itu mendapat penghargaan yang setimpal dari upaya seseorang untuk memperoleh bahagia dalam pengertian yang semakin realistis. Ternyata bahwa akumulasi dari kondisi bahagia mempunyai suatu rantai. Artinya bahwa akumulasi kondisi bahagia tidaklah selalu memiliki bentuk yang dapat ditentukan secara kaku melainkan dalam pengertian bahwa setiap akumulasi kebahagiaan itu dapat terjadi dengan adanya pertemuan simpul-simpul antara berbagai kumpulan kebaikan guna mencapai kemungkinan kondisi bahagia itu sendiri. Oleh karena itu penting untuk diungkapkan pula bahwa kebaikan pada akhirnya juga patut dipersandingkan dengan kebenaran. Kebenaran yang memberikan suatu inspirasi untuk menjadikan manusia dapat melakukan tindakan-tindakan yang nyata atas impiannya dalam rangka untuk meraih kebahagiaan itu. Rangkaian kebahagiaan dengan demikian sebagai rangkaian yang berisi akumulasi kebahagiaan dengan unsur kebaikan dan kebenaran sedemikian rupa sehingga menjadikan sesuatu yang indah. Tidak ada ketentuan baku tentang kebahagiaan memang tidak dapat dibenarkan secara mutlak kalau rangkaian kebahagiaan sebagai bagian dari kumpulan akumulasi kebahagiaan itu tidak dapat dilepaskan dari kebenaran dan kebaikan itu sendiri sehingga secara otomatis membentuk sesuatu keindahan tertentu baik berdimensi etis maupun religius yang tentunya juga dapat memiliki dimensi spiritual yang luas dan dalam. Lalu bagaimana halnya dengan bahagia di era teknologi digital seperti sekarang ini?
Bahagia di era teknologi digital ini sekiranya perlu untuk dikedepankan sedemikian rupa, dengan maksud agar masyarakat dapat menjalani kehidupan yang lebih dapat memberikan arah kebahagiaan yang mampu dialaminya di tengah pergerakan dan perkembangan teknologi digital yang bersifat sistematis dengan mengutamakan sistem-sistem tertentu yang dibakukan sedemikian rupa oleh berbagai pihak. Oleh karena itu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi masyarakat agar tetap dapat menjadikan hidupnya mencapai suatu kondisi yang bahagia di tengah sistem-sistem yang dibakukan oleh berbagai pihak penyelenggara atau pihak yang menerapkan teknologi digital dalam berbagai transaksinya.
Dengan demikian masyarakat diharapkan dapat membentuk tantangan yang terjadi itu dengan menjadi kritis atas keberadaan teknologi digital tersebut. Sebab, teknologi digital itu sendiri menjadi kenyataan yang tak terhindarkan pada berbagai bentuknya dalam banyak transaksi di kehidupan sekarang ini, akan tetapi tantangan yang menjadi pemikiran kritis itu adalah menjadikan bahagia dalam hidup sebagai hal yang perlu dipertimbangan untuk dapat diintegrasikan ke dalam berbagai sistem teknologi digital itu sehingga teknologi digital dibangun bukan sebagai sebatas benda mati semata melainkan sebagai sistem makna yang turut membantu dalam memberikan suatu kondisi yang bahagia bagi hidup manusia itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan secara ringkas dengan memperhatikan beberapa faktor penting terkait dengan pemaknaan atas bahagia itu sendiri sebagaimana sedikit diuraikan di beberapa paragraf di atas, untuk kemudian diterjemahkan secara terus-menerus dalam pengembangan teknologi digital.
Akan tetapi perlu disadari bahwa pengembangan teknologi juga tidak dapat dilepaskan secara mutlak dari landasan keilmuan. Untuk itulah penting sekiranya dalam konteks ini landasan ilmu dalam teknologi digital dapat dikembangkan dari bagaimana memandang hidup yang bahagia bagi manusia sebab, manusialah sejauh ini secara intensif mengembangkan keilmuan di dalam ranah teknologi itu. Oleh karena itu penting pula selanjutnya untuk menerjemahkan lebih lanjut pemaknaan atas bahagia itu sendiri agar semakin merekatkan hubungan yang substansial antara diri manusia, ilmu dan teknologi itu dan teknologi terutama dalam konteks ini adalah teknologi digital.
Penulis:
Ngurah Weda Sahadewa
Dosen Fakultas Filsafat UGM
sumber gambar:
Freepik.com