Sebagian orang percaya bahwa segala sesuatu harus dipandang secara ilmiah. Hal ini sedikit-banyak dipengaruhi oleh proyek Pencerahan yang banyak memberikan perhatian kepada rasio atau akal. Dalam batas tertentu muncul apa yang kita kenali sekarang sebagai rasionalisme yang secara spontan tidak jarang diposisikan sebagai tolok ukur bagi, tidak hanya kegiatan ilmiah, kehidupan sehari-hari. Padahal, rasionalisme dalam wacana filsafat ilmu hanya menjadi salah satu paham yang tidak lepas dari kecacatan. Tidak jarang kecacatan yang sedemikian rupa seringkali diterima sebagian orang dengan ketidaktahuan yang kompleks dan diyakini layaknya agama atau kepercayaan tersendiri.
Anything goes tidak dapat dipahami sebagai metodologi positif karena kekhususannya untuk mengkritisi standar dan melibatkan praktik yang tak ditentukan dan tidak dapat ditentukan. Pembedaan ilmu, secara etimologis dan terminologis, berpengaruh pada pemaknaan ilmuwan dan peneliti terhadap ilmu. Akan lebih tepat jika pemaknaan tersebut mengarah pada ilmu sebagai entitas yang berwajah ganda dengan menekankan pada proses yang selalu mengikuti pengembangan ilmu dalam gerak sejarah daripada sebagai produk atau barang jadi yang unggul. Kebebasan memiliki sifat elusif namun seringkali dikategorikan secara positif dan negatif. Keduanya berpengaruh terhadap anything goes yang memiliki sisi eksternal dan internal. Eksternalitas anything goes berkait dengan makna kebebasan secara positif, sedangkan internalitas anything goes berkait dengan makna kebebasan secara negatif. Dengan demikian, dalam perspektif anything goes, ilmu dapat meningkatkan kebebasan individu, namun keduanya berada di dalam situasi yang unik mengingat pemaknaan terhadap ilmu yang berwajah ganda maupun sifat elusif kebebasan individu yang terbagi menjadi secara positif dan negatif. Anything goes juga tidak dapat dipahami secara longgar karena eksistensinya di dalam wacana keilmuan mengandaikan situasi dan kondisi fasis. Fasisme ilmu memang tidak sama dengan krisis ilmu seperti yang digagas oleh Kuhn.
Namun, fasisme ilmu menyerupai salah satu dari ketiga jenis krisis ilmu a la Kuhn dan belum tentu sebaliknya. Sebagian pihak yang menganggap bahwa fasisme ilmu sama dengan atau sekurangnya menyerupai ilmu dalam keadaan normal (normal science) agaknya luput dari pembacaan bahwa krisis ilmu memiliki tiga jenis “hilir”. Fasisme ilmu memiliki ciri-ciri yang serupa dengan dua dari tiga jenis hilir ini dan perlu ditekankan bahwa tidak demikian sebaliknya.
Tulisan Selengkapnya dapat dilihat di e-book