Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal sehingga perlu dilestarikan. Budaya lokal dapat berupa tradisi, kesenian (tari, rupa, lukis, dan sebagainya), organisasi sosial, pertanian, agama, bahasa, ekonomi, sosial budaya, teknologi, ilmu pengetahuan serta kesehatan.
Demikian halnya kota Medan yang disebut sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia yang berasal dari berbagai etnis, baik etnis asli maupun etnis pendatang. Kota Medan merupakan kota dengan mayoritas penduduk bersuku Jawa, Batak, Tionghoa, India, dan Minangkabau, meskipun pada dasarnya etnis aslinya adalah Melayu. Menurut Pelly (1983:2), penduduk asli Melayu di kota Medan justru mendapai persentase sebesar 8,57% dari jumlah keseluruhan penduduk kota Medan yang berjumlah 1,4 juta jiwa. Maka, selebihnya diisi dengan suku bangsa pendatang. Ragam etnis tersebut menimbulkan nilai-nilai budaya yang berbeda. Perbedaan tersebut justru dapat dijadikan sebagai potensi untuk dikembangkan dan dijadikan alat untuk meningkatkan kualitas masyarakat menghadapi persaingan global yang semakin ketat.