Ketika ilmu Pengetahuan di Eropah berkembang sangat pesat pasca Renaissance, padahal sebelumnya peradaban manusia lebih dikuasai oleh kaum theolog yang kedudukannya dianggap setara dengan para ilmuwan. Artinya ilmuwan pada masa itu berkedudukan sebagai theolog atau sebaliknya theolog yang berkedudukan sebagai ilmuwan, sehingga pemikiran ilmiah bercampur dengan doktrin agama. Keadaan semacam ini menimbulkan berbagai dampak. Dampak pertama berupa peran ganda yang dimainkan theolog sebagai ilmuwan atau ilmuwan sebagai theolog menjadikan objektivitas ilmiah sulit untuk ditegakkan. Dampak kedua adalah kehadiran pemikiran ilmiah yang bercampur aduk dengan doktrin keagamaan, sehingga terjadi kegamangan dalam aktivitas ilmiah. Dampak ketiga berupa intervensi doktrin keagamaan ke dalam prosedur ilmiah telah menisbikan proses sekaligus produk ilmiah, sehingga netralitas ilmu menjadi terganggu.
Hal yang terjadi di Eropa sebagaimana dikemukakan di atas itu tidaklah terjadi dalam peradaban Islam. Ali Kettani, salah seorang pemikir Islam kontemporer menengarai bahwa peradaban Islam di abad pertengahan justeru mengalami jaman keemasan (Golden Age) yang ditandai dengan didirikannya Baytul Hikmah di Bagdad sebagai sarana ilmiah yang representatif pada masa itu dengan berbagai koleksi karya ilmiah. Lebih lanjut Ali Kettani menegaskan karakteristik peradaban Islam pada masa itu ditandai dengan beberapa ciri seperti: Universalisme yang mengatasi semangat parokialisme; penghargaan yang tinggi terhadap para ilmuwan (respectiveness); toleransi di kalangan ilmwan dari berbagai agama; pemasaran internasional bagi produk ilmiah. Parvez Mansoor, salah seorang pemikir Islam lainnya menambahkan karakteristik penting, yaitu kesesuaian antara sarana (means) dan tujuan (ends) sejalan dengan norma-norma agama. Penanda terakhir ini yang menjadi fokus kajian dalam artikel ini, karena dahsyatnya pengaruh Renaissance di Eropa dalam kehidupan ilmiah di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia, menjadikan relasi antara ilmu dan nilai tidak begitu harmonis, bahkan nilai atau norma-norma agama dianggap sebagai pengganggu bagi pengembangan ilmiah. Bagaimana relasi ilmu dan nilai dalam kehidupan ilmiah sekarang ini? Bagaimana peran agama (Islam) dalam membangun kondisi yang kondusif bagi perkembangan ilmu? Persoalan inilah yang akan ditelusuri lebih lanjut dalam artikel ini.
Tulisan selengkapnya dapat anda baca disini
Minat anak muda dibidang ilmu filsafat perlu ditingkatkat.